Pada suatu ketika, saat Bodhisattva belum terlahir sebagai manusia, Ia i
terlahir d sebuah sarang burung sebagai seekor burung puyuh. Ia memiliki banyak saudara kandung, yang tumbuh dengan cepat karena diberikan makanan cacing dan segala macam makanan kasar lainnya oleh induk burung puyuh. Namun Bodhisattva ingat bahwa makhluk hidup seharusnya tidak ibunuh, sehingga Ia tidak memakan apapun kecuali biji‐bijian, buah‐buah dan
d
sayur‐sayuran yang diberikan oleh induknya. Karena itu, Ia tidak tumbuh secepat anak‐anak burung lainnya, namun tubuhnya lebih halus dan lebih lemah daripada burung‐burung lainnya. Ketika saudara‐saudara kandungnya sudah bisa mengepakkan sayap dan terbang, Ia harus etap tinggal di sarang dan hanya mengamati saudara‐saudaranya bersenang‐enang
t
s. Suatu hari, tidak jauh dari tempat tinggal anak‐anak burung terjadilah kebakaran hutan. Mereka mendengar suara gaduh. Mereka melihat kepulan asap dan kemudian percikan‐percikan api beterbangan di mana‐mana. Angin bertiup kencang dan meniup kobaran api dengan gerakan memutar, berbentuk seperti ubuh manusia dengan lengan dan kaki, menggoyangkan kepulan asap,
t
mempertunjukkan tarian liar. Hewan‐hewan dan burung‐burung di hutan melarikan diri dalam ketakutan. Kobaran api seakan‐akan mengejar mereka, menyapu habis rerumputan dan semak‐emak yang bergoyang, menyelimuti semuanya dengan lidah‐lidah api dan
s
membakarnya hingga menjadi abu. Api semakin menyebar hingga semak‐semak dimana sarang burung puyuh ersebut berada. Udara dengan hawa kepanasan dan asap seakan‐akan mencekik
t
semua makhluk di sekelilingnya. Sambil menjerit ketakutan, anak‐anak burung puyuh beterbangan dan tidak empedulikan saudaranya yang lemah, mereka terbang pergi, meninggalkannya e
m
sendirian di tengah‐tengah smak belukar yang terbakar. Namun Bodhisattva tidak takut karena Ia tahu kekuatannya. Kekuatan kebenaran agung, yang juga telah melindunginya dalam kelahiran‐kelahiran lampau. Ketika api mencapai sarangnya, dimana Ia tertinggal sebagai burung kecil yang malang, Ia berkata lembut pada kobaran api: “Saya tidak cukup besar dan kuat untuk menyelamatkan diri atau terbang. Orang tua saya dan saudara‐saudara
2
kandung saya telah pergi karena ketakutan. Agni, Dewa Api, di sini tidak ada hadiah yang pantas untuk dipersembahkan kepadamu, karena itu melalui kekuatan ebenaran yang telah saya lakukan di masa lampau dan sekarang, saya memohon
k
kepadamu untuk pergi.” Ketika Agni mendengar kata‐kata lembut yang diucapkan oleh Bodhisattva dalam wujud seekor burung kecil, meskipun api tertiup angin dan menghanguskan edaunan di semak‐semak, seketika itu juga api berhenti seakan‐akan tersiram oleh
d
sungai yang meluap. Burung puyuh serta semua burung dan hewan‐hewan lainnya yang erlindung di semak‐semak dimana sarang burung puyuh tersebut berada, selamat
b
dan tidak terbakar. Dengan demikian karena kekuatan kebenaran, burung kecil tersebut tidak mati terbakar atau ditelan api, dan telah menyelamatkan sebagian hutan dari mukan Agni, Dewa Api, yang tunduk pada kekuatan kebenaran dan seketika itu uga m
a
jembuat apipadam. Dikatakan bahwa sejak hari itu hingga kini, bila ada kebakaran hutan di egunungan Himalaya, api tidak dapat menjangkau tempat terkenal ini. Api akan
p
padam seketika seolah‐olah terkena mantra ular berkepala banyak. Dengan demikian kekuatan kebenaran membuat api takluk!
0 comments:
Post a Comment