Jadilah Orang Baik Nan Bijaksana

Ada cerita dari Zen dimana diceritakan ada dua orang bikhu yang hendak menyebrangi sebuah sungai. Bikhu yang pertama adalah seorang bikhu senior dan yang satunya lagi adalah bikhu yang masih muda.
Waktu mereka sedang berusaha menyebrangi sungai itu, mereka berdua melihat seorang wanita yang masih muda mendapat kesulitan untuk menyebrangi sungai yang akan mereka lewati. Hal ini membuat bikhu yang masih muda itu bingung, sebab ada
Vinaya kebikhuan yang melarang seorang bikhu memegang wanita.
Tapi ketika wanita itu memohon bantuan dari bikhu yang senior untuk menyebrangi sungai, tanpa ragu-ragu bikhu senior itu lalu membantu si wanita itu dengan
mengendongnya untuk melewati sungai bersama-sama.

Sementara mereka bertiga bersama-sama melewati sungai, bikhu yang masih muda itu heran dengan perbuatan bikhu seniornya itu. Ia berfikir, “bukankah menurut vinaya kebikhuan, seorang yang menjadi bikhu itu, dirinya akan dibatasi untuk tidak memegang seorang wanita apalagi mengendongnya?”
Meskipun wanita yang digendong biku senior itu
telah pergi jauh dan mereka juga telah berjalan jauh melewati sungai itu, bikhu yang masih muda itu terus saja berfikir mengapa bikhu seniornya melanggar vinaya kebikhuan. Akhirnya bikhu muda itu memberanikan diri untuk berbicara kepada bikhu seniornya. Ia berkata: “Bhante mengapa bhante mengendong seorang wanita ketika kita melewati sungai? bukankah tindakan itu melanggar vinaya seseorang yang menjadi bikhu?"

Bikhu senior hanya menjawab kepadanya: “wanita apa yang saya gendong? walaupun anda melihat saya mengendong seorang wanita, tetapi pikiran saya sudah lama sekali tidak memperhatikan lagi wanita. Sebaliknya walaupun saya tidak melihat anda mengendong seorang wanita, tetapi sampai sekarang pun anda masih terus saja mengendong dan membawa-bawa wanita di dalam pikiran anda”
Sekarang saya akan mencoba
memberikan penjelasan dari cerita zen itu.
Kedua orang yang menjadi bikhu itu diumpamakan sebagai orang-orang yang mau
melatih diri mereka untuk mencapai keadaan yang lebih baik. Dan perumpamaan ini bisa dipakai oleh siapa saja yang mau berusaha menjadi lebih baik, bukan harus seorang bikhu / memiliki pandangan tertentu saja.
Bikhu senior
mengambarkan seorang yang baik serta memiliki pengalaman dan kebijaksanaan yang tinggi. Sedangkan bikhu yang masih muda mengambarkan seorang yang baik yang taat pada aturan yang diberikan oleh pandangan yang diterimanya.

Seseorang yang mau mencapai keadaan yang lebih baik, ia tidak cukup hanya berjanji saja untuk menjadi orang yang baik, tetapi ia harus berusaha untuk mencapai tujuannya itu. Hal ini digambarkan dimana para bikhu berusaha untuk menyebrangi sungai. Dan di dalam setiap usaha yang dilakukannya, ia pasti akan menemukan masalah yang harus dihadapinya. Hal ini dijelaskan dengan perumpamaan dimana para bikhu itu melihat seorang wanita yang kesulitan untuk menyebrang sungai. Kebingungan yang dialami bikhu muda karena adanya vinaya kebikhuan yang melarangnya memegang seorang wanita, mengambarkan bahwa seseorang yang berusaha bisa mendapatkan suatu masalah yang akan membuatnya kebingungan / serba salah seandainya ia harus mengambil suatu keputusan untuk menyelesaikan masalahnya itu, karena masalahnya itu tidak bisa diselesaikan oleh suatu aturan-aturan agama dan yang sejenisnya, yang selama ini ia anggap benar. Masalah yang seperti itu hanya bisa diselesaikan dengan kebijaksanaan orang tersebut.

Supaya menjadi orang yang bijaksana, seseorang harus melatih dirinya untuk keluar dari bentuk-bentuk dualisme seperti benar / salah dll. Ia juga harus melatih dirinya untuk tidak terikat pada pandangan / aturan-aturan dogmatis yang dianggapnya benar. Hal ini dikarenakan suatu bentuk kebijaksanaan tidak memihak pada salah satu bagian dari dualisme, seperti hanya menerima kata benar, baik, boleh, aku, peraturan, suci, dll, lalu menolak kata-kata salah, jahat, tidak boleh, kamu, bukan peraturan, hina, dll. Maka suatu keputusan yang diambil dengan cara yang bijaksana akan selalu menjadi jalan tengah dari suatu permasalahan. Tetapi suatu bentuk aturan masih terikat pada dualisme dan kondisi / keadaan yang dibuat dalam aturan itu, sehingga seseorang yang melanggar suatu bentuk aturan dapat dikatakan telah melakukan kesalahan. Hal ini berarti seseorang yang mengikuti suatu bentuk aturan tertentu dan ia terikat pada aturan itu, maka ia tidak akan dapat menumbuhkan kebijaksanaan pada dirinya, apalagi kalau ia juga tidak memahami arti bentuk aturan tersebut. Suatu bentuk aturan hanya dapat mengendalikan diri seseorang pada kondisi-kondisi tertentu saja untuk menjadi lebih baik, dan itu pun masih tergantung pada benar / salah aturan itu.

Perumpamaan dari bikhu senior yang tanpa ragu-ragu mengendong seorang wanita, mengambarkan seseorang yang sudah keluar dari bentuk-bentuk dualisme karena ia sudah tidak terikat pada aturan-aturan yang dogmatis yang dianggapnya benar. Ia juga tidak akan memihak pada kata benar atau menolak pada kata salah dari suatu aturan yang diterimanya, tetapi ia sudah memahami arti dari bentuk aturan itu, sehingga ia dapat mengambil keputusan yang bijaksana sebagai jalan tengah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Bagi orang-orang yang masih terikat kuat pada dualisme, pasti akan merasa heran atau menganggap salah pada orang yang bisa mengambil suatu keputusan dengan bijaksana, jika keputusannya itu melanggar aturan yang selama ini dianggap benar. Hal ini diumpamakan dengan keheranan bikhu muda yang heran melihat perbuatan bikhu seniornya. Sedangkan bikhu muda itu terus saja berfikir mengapa bikhu seniornya melanggar vinaya, mengambarkan seseorang yang masih terikat pada dualisme benar dan salah dari suatu aturan yang diterimanya. Ia bisa mengatakan salah pada orang lain hanya karena melihat kondisi seseorang yang tindakannya tidak sesuai dengan aturan yang diterimanya. Orang itu hanya mengikuti begitu saja dan taat pada bentuk aturannya, tetapi ia tidak memahami dengan jelas maksud dari aturannya itu. Akibatnya kebijaksanaan tidak tumbuh di dalam pikirannya.
Kalau anda memperhatikan dikehidupan sehari-hari, ternyata banyak orang yang baik, tetapi
tindakannya seperti bikhu muda itu.

Orang itu taat menjalani suatu aturan dari pandangan yang mereka anggap benar, misalnya: harus vegetarian, wajib puasa, harus beribadah pada hari tertentu dll, tetapi orang itu tidak menyadari bahwa dirinya telah terikat pada aturannya sendiri. Maka jika ada suatu kondisi yang mungkin orang lain tidak bisa menjalankan aturannya, mereka tidak bisa memberikan solusinya dengan bijaksana. Malahan mereka hanya mempertahankan aturannya dengan berbagai argumentasi yang membenarkan aturannya itu. Hal seperti itu digambarkan seperti bihku muda yang mengatakan bahwa bikhu seniornya tetah melanggar vinaya kebikhuan
Jawaban dari bikhu senior atas pertannyaan bikhu muda itu, adalah mengulang isi dari
dhammapada ayat 1 dan 2. Bahwa pikiran kita
sendirilahlah yang menentukan perbuatan baik atau jelek dan bukan apa yang ada diluar diri kita. Kita juga diajarkan untuk menjadi orang yang dapat menyikapi suatu
permasalahan dengan bijaksana tanpa terikat pada aturan-aturan yang dogmatis. Dan jika kita menilai bahwa bikhu yang masih muda itu lebih bodoh (kebijaksanaannya ) dari pada bikhu yang senior, ini berarti bahwa menjadi orang yang baik saja masih bisa dikatakan orang yang bodoh.

Maka marilah kita berusaha untuk menjadi orang yang baik yang bijaksana. Salah satu caranya adalah berusaha menyadari untuk tidak terikat pada aturan-aturan yang dogmatis, meskipun aturan itu berasal dari suatu pandangan yang kita percayai.
Demikianlah penjelasan saya tentang cerita zen di atas. Jika ada kritik dan saran atas tulisan ini jangan ragu-ragu untuk memberikannya untuk perkembangan batin kita semua.

sumber: Vimala Dhama



0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review